Selasa, 03 November 2020

Kultum di Masjid Agung Baiturrahman Kabupaten Tasikmalaya

Penceramah: H. Yayat Kardiat, MM 
(Kepala Penyelenggara Syariah Kantor Kementerian Agama Kabupaten Tasikmalaya)

  • Suatu hari sayidina Ali RA menyampaikan sebuah kalimat yang sangat indah. Beliau menyatakan bahwa dalam menilai seseorang itu tergantung pada kepemilikannya. Hal tersebut berarti jika seseorang itu memiliki sesuatu yang penting dan berharga dalam dirinya, maka dari situlah kita bisa menilai dirinya berharga dan penting. Lalu apa yang berharga dan penting dalam hidup ini sehingga kita memiliki nilai? Tiada lain adalah keimanan;
  • Keimanan ibarat sebuah handlegrip yang sengaja digantungkan di dalam kendaaran bis yang berfungsi sebagai pegangan penumpang saat berdiri sehingga ia tidak jatuh atau terombang-ambing ketika kendaran bergerak dan berjalan. Saat kita naik kendaraan bis yang kursi-kursinya sudah penuh diduduki oleh penumpang lain, maka kita terpaksa harus berdiri dan mencari sandaran atau pegangan. Kita menemukan pegangan berupa gantungan, handlegrip, di dalam bis, dan disitulah tangan kanan kita harus memegangya dengan kuat dan terus bertahan hingga perjalanan sampai pada tujuannya. Andaikan sandaran atau gantungan tersebut tidak dipegangi dengan kuat, lembek atau rapuh, tentu tangan kita akan terlepas dan akhirnya kita terhempas, terlebih jika kendaraannya dijalankan dengan kecepatan tinggi alias ngebut.
  • Keimanan yang diibaratkan handlegrip itu harus dijalankan dalam kehidupan nyata misalnya dalam berumah tangga. Seorang suami yang merupakan kepala keluarga dan menjadi tumpuan harapan dalam kehidupan rumah tangga harus mempunyai keimanan yang kuat, karena ia akan memberikan contoh untuk keluarganya. Suami akan diuji oleh Allah dalam memberikan nafkah lahir dan batin. Misalnya, ia akan merasakan berat hati saat harus pergi jauh dari sanak keluarganya demi mencari rizki dan nafkah, layaknya seekor harimau atau macan yang harus keluar jauh dari persembunyiannya untuk mencari makan. Andaikan suami memiliki iman yang lemah, mungkin ia akan berfikir buat apa susah-susah harus pergi jauh dari anak istri yang dicintai hanya demi mencari rizki, padahal sudah banyak jalan pintas yang bisa dilakukan untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, umpamanya dengan menghalalkan segala cara. Namun karena iman kuat, cara tersebut ditolaknya. Baginya lebih baik keluh kesah susah mencari nafkah dari pada harus berbuat salah.
  • Dengan keimanan yang tertanam di dalam hati tersebut, seseorang akan mensyukuri, ikhlas dan qana’ah atas segala apa yang Allah berikan. Ikhlas merupakan bukti iman, qana’ah menerima seadanya.
  • Gambaran dari seseorang yang tidak ikhlas dan qana’ah atas apa yang Allah berikan, bisa dijelaskan dari sikap menantang terhadap pemberian Allah. Banyak orang yang tidak pandai bersyukur dan suka menantang terhadap keadaan-keadaan yang sejatinya ia syukuri. Misalnya, andaikan dikasih sepeda seseorang baru akan bisa bersyukur, tetapi sekalinya sudah mendapat sepeda ia bilang akan bersyukur apabila sudah mendapatkan sepeda motor. Tetapi lagi-lagi sekalinya sudah mendapatkan sepeda motor, ia kembali menyatakan baru akan bisa bersyukur apabila sudah dikasih mobil. Setelah diberi mobil pun, dia masih berkata akan bersyukur apabila sudah memiliki Alphard yang bisa ditumpangi semua keluarga untuk berpiknik ke kota Jakarta. Begitulah seterusnya hingga sekalinya sudah memiliki Alphard, dia kembali lagi berucap akan bersyukur apabila nanti sudah memiliki pesawat. Namun setelah pesawat itu akhirnya dimiliki, dinaiki dan terbang tiba-tiba pesawat itu jatuh ke laut yang menyebabkan semua penumpangnya meninggal, padahal semua pemberian-pemberian tersebut sebelumnya belum sempat disyukuri. Begitulah nafsu manusia, mau bersyukur saja harus menantang dahulu.
  • Allah berjanji akan memberikan kebahagiaan di dunia dan akhirat kepada orang yang beriman.
  • Sebagai wujud dari keimanan, ajak dan bimbinglah anak-anak dan keluarga untuk dapat beribadah shalat berjamaah, li anna waladan min kasbi abihi, karena perbuatan anak tergantung dari didikan orang tuanya.
  • Orang yang berbahagia, seperti dikatakan sayidina Ali, adalah dia yang memperoleh kenikmatan yang sempurna, yaitu saat kematiannya membawa Iman dan Islam, Tamamu ni’am, al-maoutu ma’al iiman wal islaam.
  • Rasulullah SAW bersabda:


خيركم خيركم لاهله وانا خيركم لاهلي مااكرم النساء الا كريم ولا اهانهن الا لئيم
 

“Sebaik-baik orang diantara kamu adalah mereka yang paling baik terhadap istrinya dan akulah orang yang terbaik diantaramu terhadap keluarga. Tidak akan menghormati wanita kecuali yang murah hati dan tidak menghina mereka kecuali yang jahat”
  • Akhirnya wahai para lelaki, wahai para suami jadilah nahkoda keluarga yang membawa penumpang bahagia dunia akhirat.

Tidak ada komentar: