Jumat, 23 Oktober 2020

Pergantian Nazhir

Nazhir merupakan bagian penting dalam dunia perwakafan, sebagai pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif agar dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Nazhir bisa dari perseorangan, organisasi maupun badan hukum.

Wakif selaku pemberi harta (tanah) harus menyerahkan bukti kepemilikan hartanya kepada nazhir, dengan cara menunjuk atau memilih nazhir baik dari perseorangan, organisasi atau badan hukum, selanjutnya proses administrasi wakaf yang dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA) dimana lokasi harta benda wakaf tersebut berada, administrasi wakaf ini dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dengan dihadiri oleh saksi-saksi.

Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) setelah menerbitkan Akta Ikrar Wakaf (AIW) sebagai tanda bukti bahwa harta benda wakaf tersebut telah diserahkan oleh wakif kepada nazhir untuk dikelola sesuai dengan peruntukannya, maka PPAIW atau KUA harus menerbitkan Surat Pengesahan Nazhir (SPN) yang kemudian Salinan berkas wakafnya diserahkan ke Badan Wakaf Indonesia (BWI) untuk diterbitkan Surat Tanda Bukti Pendaftaran Nazhir.

Apabila dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf, nazhir yang bersangkutan meninggal dunia, berhalangan tetap, mengundurkan diri, tidak melaksanakan tugasnya sebagai nazhir atau melanggar ketentuan larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf, dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (untuk nazhir organisasi dan badan hukum), dan diberhentikan oleh BWI. Maka dalam hal ini, nazhir harus diganti agar pengelolaan wakaf dapat berjalan kembali sesuai dengan peruntukannya.

Pemberhentian dan pergantian nazhir ini merupakan kewenangan Badan Wakaf Indonesia baik di pusat, Provinsi maupun perwakilan di Kabupaten atau Kota, dengan klasifikasi luasan tanah wakaf diatas 20.000 meter persegi menjadi kewenangan BWI Pusat, apabila luasan tanah wakafnya 1000 sampai dengan 20.000 meter persegi merupakan kewenangan BWI Perwakilan Provinsi, dan apabila luasan tanah wakafnya kurang dari 1000 meter persegi maka pergantian dan pemberhentian nazhirnya menjadi kewenangan BWI Perwakilan Kabupaten atau Kota.

Proses pergantian dan pemberhentian nazhir bukan lagi tugas maupun kewenangan KUA, dalam hal ini KUA hanya menerbitkan surat pengantar permohonan pergantian nazhir yang ditujukan kepada BWI, dengan menyebutkan alasan pergantian dan pemberhentian nazhir sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Setelah surat keputusan dari BWI tentang penggantian dan pemberhentian nazhir terbit, selanjutnya nazhir harus mengurus surat pengesahan nazhir (SPN) yang baru di KUA setempat, agar dicatat kembali oleh KUA sebagai nazhir baru yang sah mengelola wakaf tersebut, agar selanjutnya dapat diajukan sertifikat wakaf ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), karena salahsatu syarat pergantian nazhir dalam sertifikat wakaf di BPN adalah surat keputusan pergantian nazhir dari BWI.

Proses administrasi wakaf harus dilakukan agar harta benda wakaf mempunyai legal standing yang kuat, sebagai antisipasi apabila dikemudian hari terjadi sengketa atau masalah, wakaf tetap bisa berdiri kokoh sebagai hak milik Allah SWT dan manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat.



Baca juga:

Tidak ada komentar: