Rabu, 14 Oktober 2020

Tangisan Sebagai Media Munajat

Pada Rabu kali ini, Kepala Penyelenggara Bimsyar Kantor Kementerian Agama Kabupaten Tasikmalaya, H. Yayat Kardiat, MM, kebetulan sedang mendapat tugas dinas luar. Maka penyampaian tausiyah seusai pelaksanaan shalat Dzuhur berjamaah di Masjid Agung Baiturrahman, dilakukan di hadapan jamaah oleh petugas yang ditunjuk untuk mewakilinya.

Materi tausiyah dirangkumkan di bawah ini.

Dalam Risalah Qusyairiyah disebutkan riwayat sebagai berikut:

Nabi Syuaib sering menangis sepanjang hidupnya, sampai kedua matanya tidak bisa dipakai untuk melihat. Setiap kali Allah mengembalikan penghlihatannya, mata beliau kembali tidak bisa melihat, karena terus menerus digunakan untuk menangis. Kemudian Allah memberikan wahyu kepadanya, “seandainya dengan tangisan tersebut engkau mengharapkan surga, sesungguhnya Aku telah memberikan surga tersebut khusus untukmu, dan seandainya dengan tangisan tersebut engkau berharap dijauhkan dari api neraka, sesungguhnya Aku telah menyelamatkanmu dari api tersebut. Nabi Syuaib menjawab, “Tuhanku, bukan karena hal terdebut aku menangis, akan tetapi karena aku rindu dan ingin bertemu dengan-Mu”. Lalu Allah berwahyu kembali kepadanya, “Jika demikian, Kutugaskan engkau menjadi Nabi-Ku dan dapat berbicara kepada-Ku selama sepuluh tahun.

Berdasarkan riwayat tersebut, jelaslah bahwa menangis bukanlah pekerjaan yang sia-sia. Terlebih apabila tangisan tersebut muncul dari dorongan spiritual yang sangat dalam, muncul dari kekhusuan hati berupa perasaan haru, rindu, atau takut kepada Allah, Sang Pencipta alam. Maka tangisan demikian bisa menandakan derajat keilmuan dan kualitas keimanan seseorang yang juga dapat menunjukkan maqamnya di hadapan Allah SWT. Diantara sifat-sifat orang yang berilmu, sesuai firman Allah SWT dalam S. Al-Isra: 107-109, yaitu mereka yang suka menangis, tersungkur dan bersujud apabila dibacakan ayat-ayat Allah (al-Qur’an) kepada mereka:

إن الذين أوتوا العلم من قبله إذا يتلى عليهم يخرون للأذقان سجدا  ويقولون سبحان ربنا إن كان وعد ربنا لمفعولا ويخرون للأذقان يبكون ويزيدهم خشوعا

“Sesungguhnya orang yang telah diberi pengetahuan sebelumnya, apabila (al-Quran) dibacakan kepada mereka, mereka menyungkurkan wajah, bersujud. Dan mereka berkata, ‘Mahasuci Tuhan kami, sungguh janji Tuhan kami pasti dipenuhi’. Dan mereka menyungkurkan wajah sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk”.


Menangis yang lahir dari perasaan haru ketika ingat, rindu atau takut (khasyyah) kepada Allah, atau akibat dari kesadaran atas dosa dan kesalahan-kesalahan yang diperbuat, termasuk sebagian dari perbuatan para Nabi dan orang-orang solih. Sebagian ahli sufi bahkan menjadikan tangisan sebagai media munajat kepada Allah. Dalam syair dikatakan:

فاسفح دموعك عن ذنب أصبت به # فرب دمع جرى للخير مفتاحا

“Tumpahkan air matamu atas dosa yang kamu lakukan. Tidak sedikit air mata yang menetes menjadi pembuka atas kebaikan”

Rasulullah SAW bersabda:

عينان لا تمسهما النار: عينٌ بكت من خشية الله، وعينٌ باتت تحرس في سبيل الله رواه الترمذي

“Dua mata yang tidak akan tersentuh api neraka, mata yang menangis karena takut kepada Allah SWT., dan mata yang tidak tidur karena berjaga di jalan Allah” 

(DS)


Tidak ada komentar: